ISI
WILLY LP : MENDUKUNG OPSI MILITER DI PAPUA
13-December-2018, 16:11
Konflik di tanah Papua kembali memanas pasca tewasnya 19 pekerja PT. Istaka Karya (sumber lain menyebut 31 orang) yang sedang melakukan pembangunan jembatan di Kali Yigi – Kali Aurak, Distrik Yigi, Kabupaten Nduga pada Minggu (02/12/2018), diduga kuat peristiwa berdarah ini dilakukan oleh kelompok/gerombolan bersenjata di Papua.
Pasca insiden tersebut, beragam opsi, alternatif serta solusi penanggulangan muncul menyikapi aksi pembantaian yang sangat keji tersebut. Dalam beberapa release resmi stakeholder terkait, dapat dipastikan bahwa dalang pembantaian tersebut dilakukan oleh gerombolan bersenjata yang terafiliasi dengan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) pimpinan Egianus Kogoya.
SIAPA SEBENARNYA MEREKA ?
Jikalau dilihat dari rekam jejak digital beberapa sumber yang ada, secara personal (individual) kelompok bersenjata pimpinan Egianus Kogoya merupakan sempalan dari kelompok pimpinan Kelly Kwalik, yang merupakan pimpinan separatis senior dan komandan sayap militer organisasi papua merdeka (OPM) yang tewas dalam penyergapan pada tahun 2009 yang lalu. Sejak saat itu, Egianus Kogoya membentuk kelompoknya sendiri, di mana kelompoknya ini dikenal lebih militan (spartan) dan relatif berusia muda.
Dari catatan kriminal yang ada, dapat ditelusuri bahwa kelompok bersenjata pimpinan Egianus Kogoya telah melakukan beberapa aksi kriminal, yang diantaranya mendalangi penembakan pesawat Twin Otter PK-HVU milik maskapai Dimonim Air rute Timika-Kenyam pada tanggal 22 Juni 2018 dan penembakan pesawat Twin Otter milik Trigana Air yang mengangkut logistik pemilu pada tanggal 25 Juni 2018, dimana dalam kejadian ini pihak aparat keamanan mengalami luka tembak, kemudian melakukan penyanderaan dan pemerkosaan terhadap 15 orang guru dan tenaga kesehatan di distrik Mapenduma pada 3 – 17 Oktober 2018, selanjutnya juga mendalangi pembantaian pekerja dari PT. Istaka Karya beberapa waktu yang lalu, diikuti dengan penyerangan dan pembunuhan anggota TNI pada tanggal 3 Desember 2018, di mana kelompok ini melalukan pengejaran terhadap pekerja yang melarikan diri menuju ke Distrik Mbua. Kemudian, ketika para pekerja berlindung di Pos TNI 755/Yalet, lantas kelompok ini melakukan penyerangan yang membuat seorang anggota TNI dari Yonif 755 Kostrad tewas tertembak. Dan terakhir penembakan helikopter TNI pada 4 Desember 2018. (Kompas edisi 05/12/2018)
Secara komunal (non-individual) dapat dilihat bahwa sejatinya kelompok ini menamakan diri sebagai Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) yang merupakan bagian dari Organisasi Papua Merdeka (OPM). OPM adalah organisasi separatis yang didirikan pada tahun 1965 untuk mengakhiri pemerintahan provinsi Papua dan Papua Barat yang dahulu bernama Irian Barat di Indonesia. Pergerakan OPM terbentuk dalam 2 (dua) front, yakni front bersenjata dan front politik di dalam dan luar negeri. Gerakan separatis di Papua dan Papua Barat ini juga berkaitan erat dengan sejarah Penentuan Pendapat Rakyat yang disingkat PEPERA (act of free choice) sebagai kelanjutan dari Persetujuan New York tahun 1962 mengenai penyerahan kekuasaan pemerintahan atas Irian Barat oleh Belanda kepada Indonesia yang menunjukkan keinginan mutlak masyarakat Irian Barat untuk bergabung dengan NKRI.
ISU KRUSIAL : MEREKA ADALAH KELOMPOK PEMBERONTAK BUKAN KELOMPOK KRIMINAL !
Melihat bagaimana sepak terjang, mobilisasi serta serangkaian aksi yang dilakukan oleh kelompok ini, tentu tidaklah dapat dilihat sebagai bentuk kejahatan (kriminal) biasa. Mengapa demikian? Sebab, ada hal–hal lain yang sejatinya membuat kelompok ini bukanlah pure sebagai kriminal murni (ordinary crime). Dan oleh karenanya, penamaan yang disematkan kepada kelompok ini dengan istilah Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) merupakan cara pandang keliru yang secara logis memiliki konsekuensi penanggulangan yang tidak tepat, salah sasaran serta tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sebagaimana diketahui bahwa pelabelan kelompok ini sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) memiliki beberapa implikasi, baik implikasi politis, hukum, HAM, maupun nomenklatur anggaran.
Setidaknya terdapat beberapa catatan yang dapat dijadikan tolak ukur dan referensi dalam melihat kelompok/gerombolan bersenjata ini :
Pertama, bahwa secara nyata eksistensi kelompok ini menentang kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan secara terbuka menyatakan perang dan perlawanan terhadap TNI/Polri, serta institusi formal (negara) lainnya. Dalam beberapa rekam jejak kelompok ini, masyarakat sipil juga menjadi target dan korban dari serangkaian aksi separatisme yang dilakukan. Karena itu, sudah sepatutnya kelompok bersenjata ini dilabeli dengan sebutan (nomenklatur) kelompok pemberontak yang melakukan aksi Pemberontakan serta melakukan kegiatan separatis dengan tidak mengakui kedaulatan NKRI. Dapat diidentifikasi lebih lanjut, bahwa jikalau kelompok kriminal murni, tidaklah memiliki kepentingan politik lain yang terkait ikhwal kedaulatan dan integrasi suatu bangsa atau negara, dalam arti tetap berada di dalam otoritas negara (tidak menolak otoritas negara). Kelompok ini juga dapat dipandang sebagai potensi gangguan bersenjata dari dalam negeri yang mengancam kedaulatan negara.
Kedua, bahwa dikarenakan kelompok ini memiliki motif yang bukan pure kriminal, tetapi ada tujuan (misi) dan orientasi lain, di mana secara deklaratif (terbuka) kelompok ini ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pada point ini jelas eksistensi kelompok ini sangat potensial mengancam disintegrasi bangsa dan keutuhan wilayah NKRI.
Ketiga, bahwa eksistensi kelompok bersenjata ini juga telah melakukan pergerakan dan perjuangan secara ideologis guna membawa Papua merdeka (memisahkan diri dari NKRI). Hal tersebut dapat dilihat dari bentuk pergerakan yang memang sudah lebih terorganisir, continue – berkelanjutan (lifetime), memperjuangkan satu tujuan (guna kemerdekaan papua), serta menimbulkan dampak teror dalam arti yang luas (massive), yang mana secara jelas menimbulkan dampak ancaman terhadap keselamatan bangsa.
Dari beberapa catatan yang ada, dengan melihat rekam jejak sejarah dari kelompok/gerombolan bersenjata yang melakukan aksi separatisme dan pemberontakan ini, maka sudah seharusnya Opsi Militer dilakukan oleh Pemerintah melalui alat pertahanan negara yaitu Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang mengambil alih (hadir) dan menjadi leading sectordari upaya aksi Pemberontakan tersebut, bukan sebaliknya.
Hal ini tentu telah sesuai dengan marwah dan tupoksi TNI berdasarkan konstitusi termasuk UU No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, yang secara eksplisit menyatakan bahwa TNI sebagai alat pertahanan negara bertugas untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah dan melindungi keselamatan bangsa melalui tugas pokok TNI yang dapat dilakukan dengan opsi militer untuk perang ataupun opsi militer selain perang (Pasal 7 ayat 2 UU TNI), beberapa point diantaranya, yaitu mengatasi gerakan separatisme bersenjata dan mengatasi pemberontakan bersenjata.
Secara hakiki, pola penanggulangan yang saat ini dilakukan dengan menjadikan Polri sebagai leading sector ialah sebagai sebuah langkah taktis yang keliru, serta keluar dari marwah penerapan konstitusi negara diantaranya yaitu TAP MPR Nomor VI/MPR/2000 Tahun 2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Undang-Undang Polri dan Undang-Undang TNI. Polri pada prinsipnya berdasarkan UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, hanyalah memiliki peran, fungsi dan wewenang dalam bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (security and public order maintenance), penegakan hukum (law enforcement), serta perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Artinya, bukan dalam tupoksi Polri mengambil alih atau menjadi leading sector penanggulangan terhadap aksi separatis yang dilakukan oleh kelompok/gerombolan bersenjata di Papua yang telah jelas mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI serta keselamatan bangsa. Point penting di sini tentu bukan berarti menyematkan persepsi miring/negatif terhadap institusi Polri ataupun mendeskreditkan Polri dalam hal kapasitas (kemampuan) anggota Polri, namun dalam hal ini ialah bagaimana mengembalikan tupoksi TNI yang sebenarnya berdasarkan UUD 1945 serta UU TNI.
Idealnya, Polri tetap dapat mengambil bagian dalam menjaga stabilitas ketertiban dan keamanan di wilayah (sentral) distrik Papua. Teknisnya, Polri lah dengan koordinasi dan supervisi dari TNI dapat mengambil alih fungsi guna menjaga kondusifitas masyarakat Papua, khususnya yang berada di wilayah perkotaan, dan TNI yang menjadi leading sector dalam hal penanggulangan Kelompok Pemberontak Bersenjata yang bergerilya. Secara taktis dan strategis pun, melihat bagaimana medan (area) yang ada di wilayah operasi penumpasan Pemberontakan serta separatisme sejatinya memang TNI lah yang memiliki keahlian dalam medan (area) perbukitan (gunung) dan hutan seperti yang ada di wilayah Papua.
MEMINIMALISIR ISU HAM & OPSI NON – MILITER
Pada point terakhir, publik khususnya rakyat Papua tentu tidak harus menaruh rasa ‘ketakutan’ yang berlebihan utamanya dari persepektif/sudut pandang HAM. Dapat dilihat bahwa andaikan opsi militer menjadi pilihan melalui serangkaian operasi militer yang dilakukan oleh TNI, pada prinsipnya persoalan HAM tetaplah menjadi pertimbangan utama. Lagi pula jikalau ditarik mundur ke belakang, senyatanya operasi militer di Papua sejak 1 Mei 1963 telah dilakukan sedikitnya 12 (dua belas) kali (Piet Yobe, 2017). Dan hampir kesemuanya berjalan secara tuntas dan optimal.
Perlu diingat bahwasannya, Persoalan HAM memang merupakan sesuatu hal yang cukup sensitif serta dapat memantik reaksi publik secara luas (khususnya masyarakat Internasional), yang mana pada akhirnya justru dapat berbalik arah (secara negatif bagi Indonesia). Karena bagaimanapun pandangan dan kacamata dunia Internasional sejatinya akan selalu menyoroti, bersuara serta menyuarakan persoalan HAM di tanah Papua. Meminimalisir isu HAM tentu dapat diantisipasi dengan transparansi serta dengan operasi militer yang tepat, cepat, terukur dan terencana. TNI tentu telah memiliki dasar strategi teknis dan taktis dalam melakukan serangkaian operasi militer.
Kemudian, perlu diingat pula bahwa opsi non – militer seperti hal – nya perundingan (negosiasi) yang merupakan pendekatan lunak (soft approach) tetaplah dibuka dan menjadi solusi alternatif (jalan tengah), setelah opsi militer menjadi pilihan pertama dalam merespon aksi pembantaian yang dilakukan oleh kelompok/gerombolan bersenjata tersebut.
Patut untuk diingat pula, bahwasanya secara umum sejak Indonesia merdeka hampir seluruh aksi pemberontakan/gerakan separatis yang terjadi selalu diusahakan untuk diselesaikan melalui upaya persuasif/diplomasi, meskipun tidak semuanya membuahkan hasil sesuai dengan apa yang diharapkan.
Oleh karena itu, untuk menjaga wibawa Pemerintah serta kedaulatan NKRI, dalam konteks mengatasi gerakan separatis dan pemberontakan di Papua, Opsi Militer menjadi suatu keharusan/prioritas yang utama. Opsi Militer pada hakikatnya perlu didorong mengingat urgensi saat ini yang memang perlu mendapat reaksi yang cepat dan tepat, sebab jumlah/kuantitas kelompok bersenjata yang tidak terlalu besar harus ditanggulangi secara maksimal, agar jangan sampai melakukan aksi yang berulang, dan meminta pengakuan akan eksistensi(nya) dari dunia Internasional.
Pada point ini tentu Kelompok Pemberontak atau gerakan separatis dalam bentuk kelompok bersenjata tersebut tidak boleh diberi ruang dan waktu sedikitpun untuk berkembang supaya tidak menjadi ancaman dan gangguan di masa mendatang. Pemulihan dan jaminan keamanan bagi masyarakat Papua juga harus secepat mungkin dilakukan, agar program pembangunan yang saat ini sedang berjalan dapat terus dilanjutkan. Semoga Opsi Militer yang tepat, cepat, terukur dan terencana dapat segera terealisasi demi menjaga Keutuhan dan Kedaulatan NKRI di tanah Papua. Semoga !
Oleh : Willy Lesmana Putra ***
*** Penulis ialah Pemerhati Militer
BERITA TERKINI
-
LAHAT - 19-March-2024, 18:49
Polsekta Lahat Bagikan Takjil Disimpang Kodim Lama
LAHAT SRIWIJAYA ONLINE——Berbagi dibulan Suci Ramadhan 1445 H tahun 2024, oleh jajaran kr
-
MUARA ENIM - 18-March-2024, 22:52
Pelaku Pencurian Ditangkap Team Trabaz Polsek Gunung Megang di Daerah Bayung Lincir
Muara Enim – Team Trabaz Polsek Gunung Megang Polres Muara Enim berhasil mengungkap kasus penc
-
JAKARTA - 18-March-2024, 22:40
Program Keberlanjutan Bukit Asam (PTBA) Raih Apresiasi di BCOMMS 2024
Jakarta – PT Bukit Asam Tbk (PTBA) meraih penghargaan Silver di bidang Community Involvement &
INVESTIGASI
-
Investigasi 14-September-2015, 22:52
KAJARI LAHAT : PENETAPAN TERSANGKA SIMPEG 2010 “TIDAK ADA TEBANG PILIH”
BANDAR JAYA = Issue yang menyatakan bahwa Kejaksaan Negeri Lahat tebang pilih dalam kasus Sistem Inf
BERITA SEBELUMNYA
MUBA - 15-March-2024, 10:55
Respon Keluhan Warga Soal Jalan Rusak, Pj Bupati Apriyadi Datangi Developer Perumahan di Sekayu
BANYU ASIN 14-March-2024, 23:59
DUA ASN DI BANYUASIN JADI TERSANGKA
PAGAR ALAM - 14-March-2024, 23:45
PJ.WALIKOTA PAGAR ALAM GELAR SHOLAT TARAWIH DI GRIYA TEGU WANGI
BANYU ASIN 14-March-2024, 22:42
PJ BUPATI BANYUASIN SAFARI RAMADHAN 1445 H
MUBA - 14-March-2024, 22:17
Pemkab Muba Terima Kunjungan Ombudsman RI Sumsel
BANYU ASIN 14-March-2024, 19:13
RUMAH SINGGAH DINSOS DI RESMIKAN PJ BUPATI BANYUASIN
BANYU ASIN 14-March-2024, 19:12
FORUM KONSULTASI PUBLIK RKPD DIBUKA PJ BUPATI BANYUASIN
LAHAT - 14-March-2024, 18:42
Polres Lahat Berikan Bantuan Sembako Untuk Purnawirawan dan Warakauri
PALEMBANG - 14-March-2024, 18:18
Ungkap Jaringan Narkoba Terbesar, Polda Sumsel Terima Penghargaan Lemkapi
MUBA - 14-March-2024, 17:45
PJ Sekda Muba : Survei Seismik diharapkan Mampu Serap Tenaga Kerja Lokal
MUBA - 14-March-2024, 17:35
Bantu Umak Dicairkan, Pj Bupati Apriyadi Buat Emak-emak Sumringah Saat Bulan Puasa
PALEMBANG - 14-March-2024, 15:07
AKBP Yenni Diarty SIK Jabat Kasat Lantas Polrestabes Palembang
LAHAT - 14-March-2024, 15:01
Subbid Penmas Polda Sumsel Tampung Tuntutan LSM GEMPUR
OKU - 14-March-2024, 13:31
Buka Puasa Bersama Dirut PT. SSP, Serahkan Bantuan Dana Operasional & Perbaikan Masjid
LAHAT - 14-March-2024, 10:36
Team SERGAP Kota Lahat Ungkap Kasus Curas
PALEMBANG - 13-March-2024, 21:52
Kapolda Sumsel menerima Audiensi Kakanwil BPN Provinsi Sumsel
BANYU ASIN 13-March-2024, 19:13
PEMDA BANYUASIN ATASI BANJIR NORMALISASI SUNGAI GASING
MUBA - 13-March-2024, 18:10
Pj Bupati Apriyadi Buka Pasar Beduk, Spot Baru Dongkrak UMKM di Muba
MUARA ENIM - 13-March-2024, 16:27
Sat Narkoba Polres Muara Enim Ringkus ‘GP’ Bandar Narkoba
OKU - 13-March-2024, 16:14
Ini Harapan Pj. Bupati OKU Pada Direktur PDAM Tirta Raja OKU Yang Dilantik,
MUBA - 13-March-2024, 16:11
Eksekutif – Legislatif Setujui Jadwal Pembahasan LKPJ TA 2023
OKU - 13-March-2024, 15:32
Pasar Beduk Baturaja Merupakan Tradisi Positif Sejak Lama.
MUBA - 13-March-2024, 13:51
Pj Bupati Apriyadi Fasilitasi Mudik Lebaran Gratis ke Muba
BANYU ASIN 13-March-2024, 13:49
PASAR BAZAR MURAH DIGELAR DI TALANG KElAPA
LAHAT - 12-March-2024, 23:59
Hari Pertama Puasa, Pangdam II/Sriwijaya Buka Bersama Dengan Anak Panti dan Forkompinda Lahat
CATATAN SRIWIJAYA
-
Catatan Sriwijaya 26-November-2023, 22:50
DETERMINASI POLITIK TERHADAP HUKUM
Oleh Burmansyahtia Darma,S.H.
Muara Enim - Pemilihan Calon Legislatif atau yang trend nya Calon Anggota D
APA dan SIAPA
-
Catatan Sriwijaya 12-August-2023, 23:10
Boim Balon Legislatif Muara Enim Dapil 5, Siap Sejahterakan Rakyat Lewat Golkar
Muara Enim - Pemilihan Calon Legislatif atau yang trend nya Calon Anggota D
-
MUARA ENIM - 15-April-2019, 14:33
Sutradara Cantik Film “Anak Kopi” Produksi Java creation Pemkab Muara Enim
Muara Enim, Sriwijayaonline.com - Banyak Usaha dan Dobrakan yang terus dilakukan oleh Bupati Muara E